Makna ayat "Tuhan akan memberikan hidayah kepada siapapun yang Dia
kehendaki dan akan menyesatkan siapapun yang Dia kehendaki"?
===========================================================
Dalam
ilmu Kalam (teologi) telah terbukti bahwa manusia memiliki ikhtiar dan
kebebasan dalam melaksanakan aktivitas-aktivitasnya, dan
ajaran-ajaran al-Quran pun tidak bertentangan dengan hakikat ini bahkan
memberikan pembenaran terhadapnya.
Akan
tetapi dikarenakan sebagian dari ayat-ayat al-Quran merupakan tafsir dan penjelas
bagi ayat-ayat lainnya, maka ayat-ayat tersebut harus diletakkan secara
berdampingan sehingga ditemukan makna yang sesungguhnya. Jika kita perhatikan, kata idhlâl (menyesatkan) di dalam ayat-ayat
al-Quran dinisbatkan kepada Tuhan, setan dan kepada yang lainnya. Namun yang
harus diperhatikan di sini adalah dalam kondisi seperti apa, bagaimana dan
kepada siapakah sehingga Tuhan dikatakan sebagai menyesatkan?
Tindakan menyesatkannya-nya Tuhan bukanlah
perbuatan menyesatkan yang telah ada sejak awal, perbuatan
menyesatkan yang dilakukan oleh Tuhan hanya ditujukan kepada mereka yang
menyesatkan dirinya sendiri dengan kehendaknya sendiri.
Dalam surah al-Baqarah (2) ayat ke 26, Tuhan
berfirman, "Dengan perumpamaan itu, Dia menyesatkan banyak orang,
dan dengan perumpamaan itu (pula) Dia memberikan petunjuk kepada banyak orang.
Dan Dia tidak akan menyesatkan dengan perumpamaan itu kecuali orang-orang yang
fasik."
Lahiriah dari penjelasan ayat ini boleh jadi akan
menimbulkan sangkaan bahwa hidayah dan kesesatan memiliki dimensi jabr dan
keterpaksaan dan hanya mengikuti kehendak-Nya saja. Padahal redaksi terakhir
dari ayat ini menjelaskan tentang hakikatnya dan menganggap bahwa sumber hidayah dan kesesatan adalah perbuatan manusia itu sendiri.
Pada beberapa masalah dalam Al-Quran al-Karim,
Tuhan Yang Maha Tinggi mengetengahkan tentang persoalan hidayah dan kesesatan
dengan penjelasan yang berbeda.
Sebelumnya penting untuk diperhatikan bahwa
sebagian dari ayat-ayat al-Quran tidak bisa menafsirkan dan mengambil kesimpulan
secara sendiri, melainkan untuk memahami makna hakikinya harus menggunakan
peran ayat-ayat yang lain.
Berikut ini adalah beberapa ayat
yang serupa:
Pada surah an-Nahl (16) ayat ke 93, Tuhan
berfirman, "Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikanmu satu
umat (saja dan memaksamu untuk beriman). Tetapi Allah menyesatkan siapa yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan."
Pada surah al-Kahf (18) ayat ke 17, berfirman, "Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang
mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan
mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya."
Sedangkan surah al-A'raf (7) ayat ke 286,
berfirman, "Barang siapa yang Allah sesatkan, maka ia tidak memiliki
orang yang akan memberi petunjuk. Dan Allah membiarkan mereka terombang-ambing
dalam kezaliman mereka."
Demikian juga pada surah al-Zumar (35) ayat ke
36-37, Tuhan berfirman, "Dan
barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun yang menjadi
pemberi petunjuk baginya. Dan barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah,
maka tidak seorang pun yang dapat menyesatkannya. Bukankah Allah Maha Perkasa
lagi mempunyai (kekuasaan untuk) mengazab?"
Pada tafsir Al-Mizan ketika menjelaskan tentang
ayat ke 93 dari surah An-Nahl (16), Alamah Thabathabai Ra berkata,
"Maksudnya adalah bahwa Tuhan mampu menciptakan seluruh manusia dalam satu
tingkatan dari sisi hidayah dan kebahagiaan. Sedangkan yang dimaksud dengan
disesatkannya sebagian dan diberinya petunjuk pada sebagian yang lain bukanlah
petunjuk dan kesesatan yang telah ditentukan sejak awal, melainkan merupakan
kesesatan dan petunjuk yang bersifat imbalan dan konsekuensi, karena seluruh
mereka, baik yang terhidayahi maupun yang tersesat, pada awalnya
memiliki hidayah.
Orang yang akan
disesatkan oleh Tuhan adalah mereka yang memilih jalan
kesesatannya sendiri, yaitu mereka yang melakukan maksiat dan tidak menyesali
tindakannya,
sedangkan orang yang
dihidayahi oleh Tuhan adalah mereka yang tidak kehilangan hidayah fitrinya dan menapakkan
langkahnya berdasarkan hidayah fitri tersebut, atau senantiasa berada
dalam ketaatan, atau jikapun ia melakukan dosa dan maksiat, maka dia akan
kembali ke jalan yang lurus dan kembali kepada sunnah Ilahi yang tidak akan
mengalami perubahan.
Pada dasarnya ayat yang berbunyi, "Dan sesungguhnya kamu akan
ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan", merupakan sebuah
kalimat untuk menghilangkan sangkaan yang mungkin saja akan muncul dalam benak
manusia yaitu bahwa keberadaan hidayah dan kesesatan di tangan Tuhan akan
membatalkan dan menghilangkan kebebasan manusia, selanjutnya dengan batalnya
kebebasan ini maka persoalan kenabian dan risalah pun akan menjadi batal.
Untuk menghilangkan sangkaan seperti ini maka
jawabannya adalah, tidak, masalah ikhtiar dan kebebasan masih tetap ada, dan
keberadaan hidayah serta kesesatan di tangan Tuhan tidak akan membatalkan
kebebasan kalian, karena Tuhan tidaklah menetapkan kesesatan dan hidayah ini
sejak awal, kesesatan yang diberikan oleh-Nya merupakan imbalan, yaitu seseorang yang menginginkan kesesatan untuk dirinya sendiri maka dia akan
mendapatkannya, demikian juga seseorang yang menghendaki petunjuk dan hidayah,
maka dia akan melangkah dalam hidayah, dan kesimpulannya adalah
apapun yang kalian kehendaki, maka Tuhan akan membantunya dan Dia akan
melangkah lebih awal dalam apa yang kalian pilih."[1]
Keberadaan ayat-ayat al-Quran adalah saling
menyempurnakan dan sebagian ayat akan menafsirkan ayat yang lainnya, di sini
Tuhan yang berfirman, "Dia akan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya",
tak lain adalah Tuhan yang berfirman, "Allah akan menyesatkan
orang-orang yang tersesat"[2],
dan tak beda dengan Tuhan yang berfirman, "Demikianlah Allah
menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu"[3], atau berfirman, "Demikianlah Allah
menyesatkan orang-orang kafir."[4]
Dengan demikian benar apabila dikatakan bahwa Tuhan
akan menyesatkan siapapun yang Dia kehendaki, akan tetapi yang harus diketahui
di sini adalah hamba seperti apakah yang terancam dalam kesesatan ini?
Tuhan hanya
akan menyesatkan orang-orang yang zalim, pendusta, fasik, berlebih-lebihan,
kafir, dan mereka yang tidak mentaati
perintah-Nya. Jadi mukadimah dan pendahuluan dari penyesatnya Tuhan sebenarnya
berada di tangan hamba-Nya itu sendiri.
Demikian juga halnya dalam kaitannya dengan
hidayah, dalam masalah inipun terdapat syarat-syaratyang harus terpenuhi. Jika Tuhan berfirman, "memberikan
petunjuk kepada siapa yang dihendaki" hal ini dengan artian bahwa Dia
akan memberikan petunjuk dan hidayah kepada siapapun yang dihendaki-Nya.
Terdapat pula ayat-ayat yang membahas tentang syarat-syarat hidayah, di
antaranya dalam salah satu ayat yang berfirman, Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari
keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunju"kkan Kepada mereka jalan-jalan
Kami." (5)
sementara di tempat lain berfirman, "Allah tidak akan
memberikan petunjuk kepada orang-orang yang fasik", "Allah tidak akan memberikan
petunjuk kepada orang-orang yang kafir", "Allah tidak akan memberikan petunjuk
kepada mereka yang merencanakan penghianatan", … yaitu Tuhan akan
menafikan hidayah-Nya bagi mereka yang tidak berada dalam posisi terhidayahi.
Dengan demikian menjadi jelaslah bahwa orang-orang
yang shaleh dan bertakwa sama sekali tidak layak untuk tersesat dan mereka yang
membangkang sudah pasti tidak akan layak untuk mendapatkan hidayah.
Memaparkan poin berikut ini menjadi urgen bahwa penyajian metode berada dalam
tanggung jawab Pencipta, sedangkan pelaksanaan dan kewajibannya berada di
tangan makhluk, yaitu untuk mengambil jalan yang telah ditunjukkan
kepadanya supaya sampai pada tujuan yang sesungguhnya, dan jika tidak demikian,
apabila dia menyimpang dari jalannya dan hasilnya adalah pembangkangan, maka
tanggung jawabnya berada di tangannya sendiri.
Dalam al-Quran al-Karim Tuhan berfirman, "Allah
menyeru (manusia) ke Dârus Salâm (surga), dan menunjuki orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus."[6],
yaitu Tuhan memanggil seluruh ciptaan-Nya untuk menuju ke bumi kebahagiaan dan
keselamatan. Demikian juga Dia berfirman, "Siapapun yang berkehendak, maka dia bisa memilih
jalan Tuhannya, dan akan memperoleh kecenderungan dan kedekatan untuk
mendatangi Kami dan Kami akan membimbing dan memberikan hidayah
kepadanya".
Dan jika tidak demikian, mereka yang tidak memiliki
keinginan dan kecenderungan untuk ke arah-Nya, menyimpang dari jalannya yang
hak, dan tidak beriman kepada ayat-ayat, rasul-Nya, dan hari kiamat, maka dia
akan termasuk dalam golongan ayat berikut, "Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia
beriman, (dia akan mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir
padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (maka sesungguhnya dia tidak
berdosa). Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka
kemurkaan Allah akan menimpanya dan baginya azab yang besar."
Jika kita cermati ayat-ayat di atas maka tidak akan tersisa sedikitpun keraguan bahwa Tuhan memberikan kebebasan, ikhtiar dan kemandirian kepada semuanya, sebagaimana firman-Nya, "Sesungguhnya Kami telah menunjukkan jalan (yang lurus) kepadanya; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir."
Dan kesimpulannya adalah bahwa Tuhan tidak akan memberikan hidayah dan petunjuk-Nya kepada orang-orang yang zalim, pendusta, dan orang-orang yang menyimpang, karena sesungguhnya kelompok ini telah berada dalam kesesatan yang nyata, dimana Tuhan berfirman, "Dan barang siapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah tersesat, dalam kesesatan yang nyata." jadi orang yang tidak taat kepada-Nya dan kepada rasul-Nya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dan berada dalam kesesatan yang nyata.
Dengan demikian bagi mereka yang berhak untuk mendapatkan hidyah maka Tuhan
akan menunjukkan jalannya ke surga dan tidak ada seorang pun yang akan mampu
menyesatkannya, dan bagi mereka yang berhak untuk mendapatkan siksa dan
terseret ke dalam api neraka, tidak akan ada seorangpun yang akan mampu
menjaganya dari siksaan adzab ini. Akan tetapi baik mereka yang berhak
mendapatkan adzab ataupun mereka yang berhak mendapatkan pahala, pilihan
tersebut pada awalnya telah diserahkan di tangan manusia.
Jika seseorang menjadi zalim, maka Tuhan tidak akan
memberinya petunjuk, berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk-Nya kepada
orang-orang yang zalim", dan jika seseorang berada dalam
ketakwaannya maka Tuhan akan memberikan hidayah kepadanya, sebagaimana
firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada
Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu (kekuatan) pembeda (antara yang hak
dan yang batil di dalam hatimu), menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu, dan
mengampuni (dosa-dosa)mu."
Oleh karena
itu memilih jalan yang baik ataupun yang buruk, sejak awal telah berada di
dalam kewenangan kita dan hakikat ini diterima oleh kalbu setiap manusia yang
manapun.
[1] . Al-Mizân, Alamah Thabathabai, Muhammad Husein,
jil. 12, hal. 48 pada penjelasan ayat ke93 surah an-Nahl, dengan terjemahan
bahasa Persia.
[2] . Qs. Ibrahim (14): 27.
[3] . Qs. Al-Ghafir (50): 34.
[4] . Qs.Al-Ghafir (50): 74.
[5] . Qs. Al-Ankabut (29):69.
[6] . Qs.Yunus (10):25.
Sumber
: http://quran.al-shia.org/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar